Menjaga Kehormatan Diri di Era Digital

12 May 2025

Dunia telah berubah begitu cepat. Teknologi digital membawa banyak kemudahan, namun bersamaan dengan itu juga muncul tantangan baru yang tak bisa dianggap remeh. Di era di mana semua hal bisa dibagikan, disebarkan, bahkan diabadikan dalam hitungan detik, menjaga kehormatan diri menjadi ujian yang semakin berat. Tidak lagi hanya tentang menjaga perilaku di hadapan orang lain secara langsung, tetapi juga bagaimana seseorang bersikap ketika tak ada yang melihat—kecuali Allah.

Identitas Diri yang Terbuka di Ruang Maya

Saat ini, identitas seseorang tidak lagi hanya dibentuk oleh bagaimana ia tampil di dunia nyata, tapi juga bagaimana ia hadir di dunia maya. Media sosial telah menjadi panggung besar yang sering kali mendorong orang untuk menampilkan dirinya dengan cara tertentu, meski kadang bertentangan dengan nilai yang diyakininya.

Banyak yang tanpa sadar mengumbar kehidupan pribadi, menciptakan citra palsu, atau mencari validasi dari orang asing. Di sinilah kehormatan diri mulai tergerus—saat seseorang rela mengorbankan prinsip demi likes dan komentar. Islam mengajarkan bahwa kemuliaan seorang Muslim terletak pada rasa malu dan kesadarannya akan pengawasan Allah. Rasa malu bukan tanda kelemahan, melainkan benteng diri. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap agama memiliki akhlak yang khas, dan akhlak khas Islam adalah rasa malu."

Kehormatan sejati tidak dibangun dari pujian manusia, tapi dari keteguhan menjaga diri saat godaan datang, terutama ketika tak ada yang menyaksikan kecuali Allah.

Ujian Pandangan dan Etika Berkomunikasi

Di dunia digital, apa yang kita lihat sangat mudah dikendalikan—namun juga sangat mudah membelokkan hati. Satu klik bisa membuka pintu ke konten yang merusak jiwa. Satu sentuhan bisa menggugurkan kehormatan yang lama dibangun. Oleh karena itu, menjaga pandangan menjadi kunci penting untuk mempertahankan kemuliaan diri.

Allah memerintahkan kaum mukmin untuk menundukkan pandangan, bukan hanya dalam interaksi nyata, tetapi juga saat menjelajah dunia digital. Saat melihat sesuatu yang haram, dosa bisa terjadi dalam sekejap, bahkan tanpa gerakan tubuh. Inilah bentuk ujian baru yang nyata.

Begitu pula dalam komunikasi. Ketika seseorang merasa aman di balik layar, tak sedikit yang melupakan adab. Kata-kata kasar, sindiran, fitnah, hingga komentar yang menyakiti bisa dilontarkan dengan ringan. Islam sangat menekankan kehati-hatian dalam berbicara. Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." Maka, menjaga kehormatan bukan hanya soal diri, tapi juga tentang menjaga lisan (atau tulisan) dari menyakiti orang lain.

Menguatkan Kontrol Diri dengan Takwa

Di tengah derasnya arus digital, hanya ketakwaan yang bisa menjadi jangkar. Takwa membuat seseorang berhati-hati dalam setiap langkah—apa yang diunggah, apa yang dikomentari, apa yang dilihat, dan bagaimana ia hadir dalam dunia maya. Takwa adalah kesadaran penuh bahwa Allah selalu melihat, bahkan ketika dunia tak peduli.

Menjaga kehormatan berarti berani menahan diri, meskipun ada kesempatan untuk melampaui batas. Berani menolak untuk menjadi viral jika itu harus mengorbankan harga diri. Berani untuk tampil sederhana saat yang lain memilih sensasi. Dan lebih dari itu, menjaga kehormatan adalah tentang setia pada nilai Islam, di mana pun dan dalam kondisi apa pun.

Hormat Diri di Dunia yang Terbuka

Era digital adalah ladang luas—penuh potensi kebaikan dan keburukan. Di tengah terbukanya segala hal, menjaga kehormatan diri adalah bentuk jihad modern. Ia bukan perjuangan fisik, tapi perjuangan batin. Islam tidak melarang kita hadir di dunia digital, tetapi mengajarkan kita untuk tetap beradab, menjaga batas, dan selalu terikat pada nilai-nilai yang diajarkan oleh Rasulullah.

Karena pada akhirnya, bukan seberapa banyak yang kita tampilkan di dunia yang penting, tetapi seberapa mulia kita tetap menjadi hamba Allah yang jujur, bersih, dan terjaga, meski tak terlihat oleh manusia.